Biografi Tokoh : Ki Hajar Dewantara Sang Hero Pendidikan

Biografi Tokoh : Ki Hajar Dewantara Sang Pahlawan Pendidikan

Ki Hajar Dewantara ialah seorang tokoh pencetus pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia merupakan pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu forum pendidikan yang menawarkan kesempatan bagi para pribumi yang pada ketika itu tidak memperoleh hak pendidikan biar bisa memperoleh hak pendidikan menyerupai halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda pada ketika itu. Tanggal kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.


Masa Muda dan Awal Karir

Ki Hajar Dewantara mempunyai nama orisinil R.M. Suwardi Suryaningrat. Beliau berasal dan keluarga keturunan Keraton Yogyakarta. Beliau mengganti namanya tanpa gelar ningrat biar sanggup lebih akrab dengan rakyat. Setelah menuntaskan pendidikan dasarnya, ia berguru di STOVIA, tetapi tidak menamatkannya sebab sakit. BeIiau kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain De Express, Utusan Hindia,dan Kaum Muda. Sebagai penulis yang handal, tulisannya bisa membangkitkan semangat antikolonialisme rakyat Indonesia.

Aktivis Pergerakan

Selain giat sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas efek Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.

Baca Juga : Biografi Presiden Soekarno

Ki Hajar Dewantara juga aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo, kemudian mendirikan Indische Partij sebagai partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia pada tanggai 25 Desember 1912 bersama kedua rekannya, Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo . Ki Hajar Dewantara juga ikut membidani terbentuknya Komite Bumiputra di tahun 1913 sebagai bentuk protes terhadap rencana Belanda memeringati kemerdekaannyaa dan Perancis. Beliau kemudian menciptakan sebuah goresan pena pedas di harian De Express yang berjudui “Als lk een Nederlander” (Seandainya Aku Seorang Belanda). Melalui goresan pena ini, ia menyindir Belanda yang hendak merayakan 100 tahun kemerdekaannyaa dan Perancis di negeri jajahan dengan memakai uang rakyat indonesia. Berikut ini kutipannya.
“Sekiranya saya seorang Belanda, saya tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh Si inlander menawarkan donasi untuk dana perayaan itu. wangsit untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan kini kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu ! Kalau saya seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu acara yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya”
Akibatnya, Belanda pun eksklusif menjatuhkan eksekusi pengasingan. Bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesomo, ia dibuang ke Belanda. Di Belanda, Ki Hajar Dewantara memanfaatkan kesempatan mendalami problem pendidikan dan pengajaran. Setelah kembali ke tanah air, Ki Hajar Dewantara memusatkan usaha melalui pendidikan dengan mendirikan sekolah tinggi Taman Siswa pada tanggal 3 JuIi 1922. Perguruan ini merupakan wadah untuk menanamkan rasa kebangsaaan kepada anak didik. 

Ajaran Ki Hajar Dewantara yang populer ialah ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Artinya ialah di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Berkat jasanya yang besar di bidang pendidikan maka pemerintah menetapkan ia sebagai Bapak Pendidikan dan tanggal lahirnya, 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pada tahun 1957, ia menerima gelar Doctor Honoris Causa dan UniversitaS Gadjah Mada. Dua tahun sesudah menerima gelar tersebut, ia meninggal dunia pada tanggat 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.
Buat lebih berguna, kongsi:
close