Kecanduan Sedekah

Kecanduan Sedekah

Saya tertegun dan manggut-manggut dikala membaca sebuah artikel yang bunyinya begini : Untuk beramal bergotong-royong gak usah nunggu tulus dulu, lakukan aja sesering mungkin. Bisa saja dalam 10 kali kita beramal yang 6 tidak tulus awalnya tapi masih tidak mengecewakan ada 4 yang ikhlas. Dan kalo sering beramal lama-lama akan jadi kebiasaan sehingga nilai ikhlasnya sudah lebih banyak lagi yang pada hasilnya nanti beramal itu sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Kalo beramal ada unsur riya juga lakukan aja, toh yang rugi diri kita sendiri kalo yang mendapatkan sih masih bisa mencicipi kebahagian. Lumayan masih bisa tidak merugikan orang lain. Semua kegiatan yang baik memang awalnya harus dipaksa dulu sambil jalan dibutuhkan kesadaran mulai muncul.

Coba simak;
Sholat itu harus khusyu, memang kalo gak khusyu trus gak usah sholat?
Puasa itu harus bisa menjaga hawa nafsu, memang kalo gak bisa menjaga hawa nafsu boleh gak puasa?

Bukannya lebih baik;
Sholat aja dulu nanti juga lama-lama Insya Allah bisa khusyu
Puasa aja dulu nanti juga lama-lama bisa terlatih menahan hawa nafsu
Sedekah aja dulu nanti juga lama-lama bakalan bisa ikhlas…..

Jadi untuk beramal ternyata gak usah nunggu tulus dulu yang penting lakukan saja jangan dipikir jangan dihitung….
..Just Action !!! Karena Bisa itu hadir sehabis Terbiasa.

Menilik pada pengalaman pribadi saya ungkapan tersebut tanpa saya sadari telah saya alami. Sebagai seorang pedagang ketemu orang yang meminta-minta merupakan acara harian yang saya temui. Dulu saya amat antipati sekali melihat orang yang meminta-minta itu sebut saja seperi pengemis, pengamen dsb, pikir saya waktu itu “apa bener saya mendapatkan pahala dengan memberi kepada mereka, mereka saja terlihat masih muda, sehat dan berpengaruh untuk bekerja bukankah secara tidak pribadi saya mendidik mereka untuk malas belum lagi menyerupai pengamen-pengamen itu jangan-jangan uangnya untuk dibelikan minuman keras, bukan pahala yang kan diperoleh bisa-bisa saya turut menanggung dosanya alasannya ikut membantu, selain itu saya juga berfikir masa sih ada orang yang mau miskin selamanya dengan terus-terusan meminta setiap hari pula ataupun Tuhan membiarkan hambaNya terus menjadi peminta-minta, I dont think so”.

Pada umumnya orang berujar; “Sedekah itu seikhlasnya” kalimat itu juga yang biasanya saya gunakan kalo diminta sumbangan. “Maksudnya seikhlasnya apa sih pak” tanya seseorang, “kalo ada uang ya ngasih kalo gak ada uang ya jangan dipaksakan”, jawab saya. ” sering sedekah?” tanya temen saya, ” ya alasannya jarang punya uang ya jarang”, jawab saya. ” Lagian juga kalo punya uang kalo ngasihnya gak tulus percuma aja gak ada pahalanya”, saya nambahin. Kata “ikhlas” menjadi senjata pamungkas saya sebagai tameng untuk tidak memberi, dan sialnya tulus itu usang banget datangnya ke diri saya sehingga bertahun-tahun saya menjadi orang yang jarang memberi.

Nasehat mudah tiba dari teman saya untuk menyadarkan; “kalau kau mau jualanmu laku kasihkan saja receh-recehanmu itu buat mereka yang minta-minta itu, jangan kasihkan yang besar tapi cuma kepada satu orang saja alasannya menurutmu layak diberi tapi bagikan secara menyeluruh walaupun nominalnya kecil, terserahlah mau diapakan mereka dan apapun latarbelakang mereka itu urusan mereka dengan Tuhannya, kita cuma berusaha untuk membiasakan diri memberi alasannya hak orang yang telah memberi yakni mendapatkan percaya deh’.

Dengan motivasi supaya bisnis saya semakin meningkat saya ikutin saran teman itu. Emang sih efeknya tidak pribadi terlihat tapi saya mencicipi perubahan signifikan didalam diri saya pribadi diluar motivasi dagang tadi. Saya mencicipi “kecanduan” untuk memberi kepada siapapun, ada menyerupai perasaan senang atau entah apapun itu namanya untuk terus mengembangkan dan memberi kalau sehari saja tidak ada pengamen atau pengemis yang tiba meminta-minta atau dikala saya tidak ada uang untuk diberikan saya menyerupai merasa murung atau menyerupai ada yang hilang . Ya, hasilnya saya turut mencicipi apa yang sudah mereka-mereka lakukan untuk memperoleh kebahagiaan walaupu mungkin saya belum seektrim dan seikhlas mereka dalam memberi tetapi setidaknya saya berharap ‘kecanduan’ ini tidak luntur dan terus meningkat dan pada hasilnya bisa tulus lillahita’ala Amien. Sesungguhnya orang gemar memberi akan senantiasa disenangi Tuhan dan Manusia, apalagi yang kurang dalam hidup ini kalau kita telah disayang oleh Khalik dan Makhluknya, bener gak?
Buat lebih berguna, kongsi:
close