Mubarak yakni seorang budak yang bekerja di sebuah kebun milik majikannya. Ia tinggal di sana untuk beberapa lama. Majikannya yakni seorang saudagar kaya dari Hamdzan.
Suatu hari,majikannya tiba menemui Mubarak dan berkata,” Hai,Mubarak,tolong petikkan sebuah delima yang elok untukku.”
Mubarak pun bergegas menuju salah satu pohon dan memetik delima dari pohon tersebut. Majikan lantas mendapatkan delima itu dan pribadi menggigitnya. Alangkah kagetnya Sang Majikan alasannya yakni buah delima yang ia makan rasanya asam. Ia pun murka kepada Mubarak seraya berkata,”Hai Mubarak, mengapa engkau menawarkan buah delima yang rasanya asam! Tolong ambilkan lagi yang manis!”
Suatu hari,majikannya tiba menemui Mubarak dan berkata,” Hai,Mubarak,tolong petikkan sebuah delima yang elok untukku.”
Mubarak pun bergegas menuju salah satu pohon dan memetik delima dari pohon tersebut. Majikan lantas mendapatkan delima itu dan pribadi menggigitnya. Alangkah kagetnya Sang Majikan alasannya yakni buah delima yang ia makan rasanya asam. Ia pun murka kepada Mubarak seraya berkata,”Hai Mubarak, mengapa engkau menawarkan buah delima yang rasanya asam! Tolong ambilkan lagi yang manis!”
Mubarak kembali memetik buah delima di pohon yang lain dan menawarkan kepada majikannya. Setelah mengupasnya terlebih dahulu, Sang Majikan pribadi memakan buah itu. Namun, kembali keningnya berkerut merasakan buah delima yang masih asam. Kontan saja Sang Majikan makin murka dengan apa yang dilakukan oleh Mubarak. Sang Majikan kembali untuk ketiga kalinya dan menyuruh Mubarak mengambilkan lagi buah delima.
Setelah mendapatkan yang ketiga, Sang Majikan mengupas dan mencicipinya. Rasa asam kembali terasa dimulut Sang Majikan. Kemarahannya makin meluap sehingga Sang Majikan bertanya dengan nada yang tinggi kepada Mubarak,” Apa kau tidak tahu mana delima yang elok dan mana delima yang asam?”
Mubarak menjawab,” Maaf,Tuan, saya memang tidak tahu.”
“Bagaimana hal itu sanggup terjadi? Bukan kah setiap hari kau mengurus kebun ini dan pernah merasakan sehingga kau niscaya tahu?” Ujar majikannya ketus.
Kembali Mubarak menjawab,” Saya belum pernah merasakan buah dari kebun ini.”
Majikannya kaget mendengar balasan Mubarak. Ia pantas kembali bertanya,” Kenapa engkau tidak mau memakannya?”
“Saya hanya disuruh oleh Tuan untuk mengurus kebun ini, bukan untuk memakannya,” jawab Mubarak dengan tenang.
Kemarahan Sang Majikan tiba-tiba saja reda. Kini, ia paham kenapa Mubarak tidak pernah sanggup membedakan delima yang elok dengan yang asam. Ia sangat heran dengan perilaku Mubarak yang begitu jujur. Ia tidak akan murka meskipun Mubarak memakan buah delima di kebunnya. Bukankah Mubarak yang mengurus dan menjaga kebun miliknya? Keheranan pun lalu bermetamorfosis rasa kagum terhadap budaknya ini.
Pandangan Sang Majikan terhadap Mubarak sekarang bermetamorfosis pandangan kekaguman yang begitu tinggi. Ia makin mencintai budaknya yang jujur ini. Suatu hari, Sang Majikan memanggil Mubarak dan berkata,”Wahai,Mubarak,engkau tahu kalau saya mempunyai seorang putri. Saat ini, saya ingin mencarikan jodoh buatnya. Namun saya masih gundah dan belum menemukan pria yang pantas untuknya. Menurutmu, Siapa yang pantas memperistri putriku ini?”
“Dahulu, orang-orang jahiliyah menikahi putri-putri mereka alasannya yakni keturunan. Orang-orang Yahudi menikahkan mereka alasannya yakni harta, sementara orang-orang Kristen menikahkan mereka alasannya yakni agamanya,” jawab Mubarak.
Sang Majikan terpana dengan balasan yang keluar dari lisan Mubarak. Ia tidak menyagka bahwa ternyata Mubarak mempunyai ilmu yang tinggi perihal banyak sekali hal. Lalu, Sang Majikan pulang menemui istrinya dan berkata,” Istriku, kita telah berusaha mencari pria yang pantas untuk putri kita. Dari sekian banyak pria yang saya temui, sepertinya hanya Mubarak yang pantas memperistri putri kita ini.”
Istrinya menjawab, ”Suamiku, Jika memang menurutmu Mubarak yakni orang baik, saya pun baiklah untuk menikahkan putri kita dengannya.”
Tanpa menunggu waktu lebih usang lagi, Sang Majikan pun memanggil Mubarak dan memberikan keinginannya. Mubarak terkejut dengan undangan majikannya tersebut seraya berkata,”Apakah Tuan yakin bahwa sayalah yang Tuan inginkan?”
Sang Majikan berkata,” Benar,engkau orang yang pantas untuk menjadi suami dari putriku.”
“Tapi, saya hanyalah seorang budak dan tidak mempunyai apa-apa,” kata Mubarak.
Sang Majikan kembali berkata,” Engkau mempunyai sesuatu yang saya inginkan untuk putriku da itu lebih dari cukup. Engkau yakni orang yang jujur dan telah memahami agamamu dengan sangat baik.”
Mubarak tak sanggup berkata-kata lagi kecuali menganggukkan kepala tanda setuju. Pesta ijab kabul pun digelar bagi Mubarak dan putri Sang Majikan. Sang Majikan sekarang menjadi mertua bagi Mubarak. Sang Majikan telah mencukupi Mubarak dan istrinya dengan harta yang melimpah. Dikemudian hari, istri Mubarak Melahirkan Abdullah bin Mubarak, seorang alim, pakar hadits, salik, sekaligus mujahid.
Setelah mendapatkan yang ketiga, Sang Majikan mengupas dan mencicipinya. Rasa asam kembali terasa dimulut Sang Majikan. Kemarahannya makin meluap sehingga Sang Majikan bertanya dengan nada yang tinggi kepada Mubarak,” Apa kau tidak tahu mana delima yang elok dan mana delima yang asam?”
Mubarak menjawab,” Maaf,Tuan, saya memang tidak tahu.”
“Bagaimana hal itu sanggup terjadi? Bukan kah setiap hari kau mengurus kebun ini dan pernah merasakan sehingga kau niscaya tahu?” Ujar majikannya ketus.
Kembali Mubarak menjawab,” Saya belum pernah merasakan buah dari kebun ini.”
Majikannya kaget mendengar balasan Mubarak. Ia pantas kembali bertanya,” Kenapa engkau tidak mau memakannya?”
“Saya hanya disuruh oleh Tuan untuk mengurus kebun ini, bukan untuk memakannya,” jawab Mubarak dengan tenang.
Kemarahan Sang Majikan tiba-tiba saja reda. Kini, ia paham kenapa Mubarak tidak pernah sanggup membedakan delima yang elok dengan yang asam. Ia sangat heran dengan perilaku Mubarak yang begitu jujur. Ia tidak akan murka meskipun Mubarak memakan buah delima di kebunnya. Bukankah Mubarak yang mengurus dan menjaga kebun miliknya? Keheranan pun lalu bermetamorfosis rasa kagum terhadap budaknya ini.
Pandangan Sang Majikan terhadap Mubarak sekarang bermetamorfosis pandangan kekaguman yang begitu tinggi. Ia makin mencintai budaknya yang jujur ini. Suatu hari, Sang Majikan memanggil Mubarak dan berkata,”Wahai,Mubarak,engkau tahu kalau saya mempunyai seorang putri. Saat ini, saya ingin mencarikan jodoh buatnya. Namun saya masih gundah dan belum menemukan pria yang pantas untuknya. Menurutmu, Siapa yang pantas memperistri putriku ini?”
“Dahulu, orang-orang jahiliyah menikahi putri-putri mereka alasannya yakni keturunan. Orang-orang Yahudi menikahkan mereka alasannya yakni harta, sementara orang-orang Kristen menikahkan mereka alasannya yakni agamanya,” jawab Mubarak.
Sang Majikan terpana dengan balasan yang keluar dari lisan Mubarak. Ia tidak menyagka bahwa ternyata Mubarak mempunyai ilmu yang tinggi perihal banyak sekali hal. Lalu, Sang Majikan pulang menemui istrinya dan berkata,” Istriku, kita telah berusaha mencari pria yang pantas untuk putri kita. Dari sekian banyak pria yang saya temui, sepertinya hanya Mubarak yang pantas memperistri putri kita ini.”
Istrinya menjawab, ”Suamiku, Jika memang menurutmu Mubarak yakni orang baik, saya pun baiklah untuk menikahkan putri kita dengannya.”
Tanpa menunggu waktu lebih usang lagi, Sang Majikan pun memanggil Mubarak dan memberikan keinginannya. Mubarak terkejut dengan undangan majikannya tersebut seraya berkata,”Apakah Tuan yakin bahwa sayalah yang Tuan inginkan?”
Sang Majikan berkata,” Benar,engkau orang yang pantas untuk menjadi suami dari putriku.”
“Tapi, saya hanyalah seorang budak dan tidak mempunyai apa-apa,” kata Mubarak.
Sang Majikan kembali berkata,” Engkau mempunyai sesuatu yang saya inginkan untuk putriku da itu lebih dari cukup. Engkau yakni orang yang jujur dan telah memahami agamamu dengan sangat baik.”
Mubarak tak sanggup berkata-kata lagi kecuali menganggukkan kepala tanda setuju. Pesta ijab kabul pun digelar bagi Mubarak dan putri Sang Majikan. Sang Majikan sekarang menjadi mertua bagi Mubarak. Sang Majikan telah mencukupi Mubarak dan istrinya dengan harta yang melimpah. Dikemudian hari, istri Mubarak Melahirkan Abdullah bin Mubarak, seorang alim, pakar hadits, salik, sekaligus mujahid.
Buat lebih berguna, kongsi: